Jauh di Mata
Kisah memang sehimpun kata
terkesan tak rembang di perbukitan desa
tak sempat membuat matahari terlekas tersenyum
semua telah menjadi buih kata-kata.
Bila masih ada waktu memberikan kesempatan yang ada
izinkan aku tetap di sini
menikmati rindu
sebab rumah telah memberikan kesempatan untuk pernah nyaman
jika waktu tetap berputar pada legaran rindu
aku ingin ranah nan jauh di mata
datang membawa yang dulu pernah terasa
sampai semua bisa terlunasi
termasuk rindu yang sudah tak tertahankan lagi.
Dengarkanlah wahai kabut di perbukitan desa
aku pernah menjamu di saban subuh
berpacu dengan surya menuju gerbang kota
namun kini tak perlu rasanya untuk itu
kesungguhan ini memang adanya
sebab kota lebih terasa dekat kali ini
sebab para penguasalah yang menjarah semua ini.
Rindu ini memang tak semudah yang dirasakan
dulu di rumah terasa pulang pada pangkuan
penyempurnaan dari tepian yang ternyaman
namun kini waktu saling berkhianat
sejarah dan kini saling mengatakan cerai
sementara hakim tak mampu melerai
hingga langit menurunkan butiran derai
dan ada yang semakin menuai.
Pariaman,
April 2020.
Menjadi Utuh
Jangan pernah berubah yang namanya halaman
mencobalah tetap seperti dulu
perbukitan dan aroma desa yang harum
dan tepian masih menantikan ranah rantau
anak-anak yang entah mengingat rumah dan halaman
sangat tak terelakan rindu ini tumbuh
dan biarkan di sini aku menjadi utuh.
Sekarang waktu mulai tersadar
rindu yang dinanti tak pernah kunjung datang
sementara halaman mulai jadi bayang
apalah artinya di sini kau pulang
sebab ranah tak lagi sama
semua telah menderu pada mesin perkotaan
rantau dan ranah adalah satu halaman
tidak ada lagi ruang batas antaranya.
Pariaman,
April 2020.
Berputar
Jika perbukitan tak sama
namun tetap saja ada yang membuat bahagia
ada ngiang nan tak terkira
namun, kata entah kini ada di mana?
apakah semua baik-baik saja
apakah di ranah sana telah menjadi rumah bagimu
hingga perbukitan tak mencatat kepulangan
seperti lupa, sementara di sini rindu sudah mengepul
Hampa terasa waktu yang bergulir
perbukitan desa yang mulai lengang
dan rumah yang sekedar mencari waktu jadi legaran
membuatnya selalu berputar-putar pada peristiwa yang sama.
Pariaman,
April 2020.
Jantung yang Berdebar
Apakah sampai di sini perjuangan kita?
inikah alam telah membaginya
maaf jika aku kadang merindukanmu di dekat jendela tua ini
rumah yang telah lapuk oleh lembar waktu
beranda rumah yang sudah tak wewangian pada kebahagian itu
membayangkan betapa kejamnya perasaan sendu.
Detak jantung yang berdebar dalam iringan waktu
semua mungkin benar adanya
bahwa di sini tak ada yang mengenal kata abadi
dan semua telah memudar di perbukitan desa dan rumah
tapi tidak dengan rindu
yang selalu seperti itu
semua tak lagi abadi, kecuali cinta di kalbu.
Pariaman,
April 2020.
Membuih di Perbukitan
Masa yang akan datang
semoga tidak melupakan sejarah
bahwa ada bahagia dan duka yang terjarah
tentang orang-orang yang menapaki perbukitan desa
menuju gerbang kota yang bagaikan singgah sana
dengan membawa bakul sebagai mahkota
dan sayur yang menjelma pengharapan di hari esok.
Kuceritakan semuanya kepada segala yang ada
tentang aku yang membuih di perbukitan desa
wanita tua yang mendaki perbukitan setiap pagi adalah juang bersama
mereka
mata air kini ialah peluh dan air mata
semua mengungkap rasa
menggali makna perih dalam kehidupan asa
namun nyatanya semua tidak adil
kita dipasung karena kekuasaan mereka.
Pariaman,
April 2020.
Diam dan Membisu
Aku mencoba menggali artian dalam diri
semua yang belum disuguhkan mereka
namun kepada-Nya juga aku tetap menanggung setia di sini
matahari yang tak lagi sama
yang terbias oleh etalase gedung-gedung kota
sejarah telah mengalir ke muara lupa
lalu orang-orang hanya diam dan membisu
sebab keadilan tidak jua berujung temu.
Waktuku seakan berhenti mengejar
menceritakan seorang wanita yang tanggung oleh waktu
menitip rindu sendiri yang tumbuh secara mandiri
cinta barangkali tidak pernah tumbuh dengan yatim
namun rindu bertunas sendiri di halaman ini.
Pariaman,
April 2020.
Mengintip Masa Depan
Mungkin kepulangan tidak bisa diharapkan
semua telah pergi tak kenal kata kembali
seperti serpihan bunga dandelion yang tak lagi pulangkan ranah pada sama
biarkan angin menghembus
sementara rindu semakin terbungkus.
Maaf, apakah boleh aku mengintip masa depan
hanya ingin tahu apakah akan ada kepulangan
agar penantian tidak bermuara kepada kehampaan
saat-saat terasa pekat
sebab rindu yang tersirat
dan kabar yang berlum tersurat.
Ohh aku rindu
yang semua tentang lalu
menyetubuhi aku dengan racun yang mengandung
kamu
lalu ke mana aku cari untuk melunasi rindu
ini?
Pariaman,
April 2020.
Melamunkan Kalbu
Dalam rindu apakah ada aku?
seorang ibu yang tak pernah bertemu rindu
seberkas angan-angan yang melamunkan kalbu
di jendela tua, dan di secangkir kopi tanpa gula
apakah ada cinta yang terasa?
Perkotaan telah menerangi? katanya
perkotaan sudah datang mendekat, dan memberi
harap, katanya
katanya, semua telah tersinari dengan kebahagiaan
di sisi lain yang hanya dilihat dengan kaca
mata perasaan
ada luka-luka para buruh yang menggantungkan
kehidupan di perbukitan desa
segalanya tak terbaca, sampai jam dinding itu
berdetak setiap saat.
Pariaman, April
2020.
Pembias
Dengarlah ngiang kabut di perbukitan itu
akulah hati yang lebam dalam menanti kepulangan
seorang anak
deretan foto menjadi pembias tangis
betapa kejamnya rindu, kau sesakkan dada ini
sementera ranah semakin lengang
termasuk kepedulian.
Tiba-tiba perasaan makin lebam
sebab rindu yang semakin sekam
ranah yang semakin berbeda
jangan tanya lagi semuanya
sebab aku hanya butuh rindunya.
Pariaman,
April 2020.
Indra Junaidi, lahir di Pariaman pada tanggal 01 Juni
1998. Ia adalah Mahasiswa Universitas Negeri Padang (UNP) yang tergabung dalam
organisasi Unit Kegiatan Kesenian (UKKes) UNP bidang sastra. Beberapa kali
menjuarai lomba kepenulisan sastra dan ilmiah, salah satunya pada tahun 2017
karya puisinya meraih juara satu dalam lomba cipta puisi yang diadakan di
Malang oleh komunitas Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara (GPAN). Karya-karya
sastranya pernah diterbitkan di berbagai media massa nasional dan regional
yaitu Koran Utusan Borneo (Sabah, Malaysia), Padang Ekspres, Haluan, Radar
Madura, Malang Post, Medan Pos, Riau Pos, Minggu Pagi, Merapi dan lain-lain.
Buku yang sudah terbit: Arloji Hujan (2019), Sabda Langkah! (2020).
Tidak ada komentar